"Ada hal yang cukup serius yang harus disiapkan bangsa ini.." demikian yang disampaikan
Yanuar Rizky dalam statusnya FB 30/10/2018.
Yanuar selanjutnya menyampaikan:
Grafik komparasi yang antara terus melemahnya kurs Rupiah terhadap USDollar yang dikompensasi oleh penurunan harga beras di pasar internasional... Pola ini sama dengan harga kedelai (tempe) yang pernah beliau sharing di status juga...
BI merefer BPS mengatakan terjadi Deflasi (penurunan) harga pangan bulan Agustus (2018)... jika itu diambil dari impor bisa jadi pengendalian harga bisa kita ambil...
Tapi, drama off-taker harga produksi petani plus marjin untungnya juga harus dijaga... karena beda dengan kedelai, isu beras di negara kita bukan hanya soal harga konsumen tapi juga basis petani...
Saya rasa pemerintah perlu punya skenario win-win antara mitigasi inflasi dalam pragmatisme impor dan menjaga NTP (Nilai Tukar Petani)... ini adalah kunci ... buat oposisi juga harus jelas juga apa tawarannya untuk pola dunia yang makin dinamis seperti ini...
Sisi lain, deflasi tapi bunga acuan BI naik... ini juga anomali yang masalahnya struktural... masalah masa depan bangsa, harus dibahas serius.
Menyimak status beliau, saya teringat kembali akan status yg saya buat beberapa hari sebelumnya tentang grafik yang menunjukkan belum adanya perubahan dari nasib petani Indonesia.
APAKAH PETANI KITA TELAH LEBIH BAIK NASIBNYA?
INDEKS NILAI TUKAR PETANI YG MENDATAR & UPAH RIIL BURUH PERTANIAN YG LEBIH RENDAH DARI MASA2X SEBELUMNYA, TAK MENUNJUKKAN ITU.
INDEKS NILAI TUKAR PETANI YG MENDATAR & UPAH RIIL BURUH PERTANIAN YG LEBIH RENDAH DARI MASA2X SEBELUMNYA, TAK MENUNJUKKAN ITU.
.
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian. Namun, nasib para petani di tanah air seperti tidak banyak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) yang cenderung datar, juga Indeks Upah Buruh Riil Buruh Pertanian (URBP) yang bahkan dalam 3 tahun terakhir cenderung lebih rendah dibanding semester II 2014 adalah cerminan dari indikator kesejahteraan petani tersebut.
Lebih kecilnya upah riil buruh pertanian di masa ini tentu saja akan memperbesar himpitan akan kehidupan atas para petani, yang itu akan berimbas pada semakin tidak diminatinya dunia pertanian sebagai mata pencaharian.
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian. Namun, nasib para petani di tanah air seperti tidak banyak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) yang cenderung datar, juga Indeks Upah Buruh Riil Buruh Pertanian (URBP) yang bahkan dalam 3 tahun terakhir cenderung lebih rendah dibanding semester II 2014 adalah cerminan dari indikator kesejahteraan petani tersebut.
Lebih kecilnya upah riil buruh pertanian di masa ini tentu saja akan memperbesar himpitan akan kehidupan atas para petani, yang itu akan berimbas pada semakin tidak diminatinya dunia pertanian sebagai mata pencaharian.
Data BPS mencatat NTP pada Agustus 2018 berada di level 102,56, yang berarti turun 0,49% dari posisi akhir 2017. Ini mengindikasikan bahwa daya beli (kesejahteraan) petani sepanjang tahun ini turun 0,49%. Sementara URBP pada Agustus 2018 sebesar Rp 37.863/hari, naik 0,95% dari posisi akhir 2017.
Rendahnya upah buruh tani, minimnya lahan yang dimiliki, serta harga jual produk pertanian tidak menguntungkan para petani membuat indikator kesejahteraan petani belum mampu bergerak lebih jauh.
Meskipun harga-harga bahan pangan (pertanian) sering mengalami kenaikan seperti saat menjelang puasa dan lebaran, tapi tidak banyak berdampak terhadap para petani. Sebab yang mendapat untung besar adalah para spekulan dan bukan petani.
DIMANA LETAK KEMUNGKINANNYA :-- Jatuhnya harga produk beras dunia yg lebih murah, bisa memicu untuk mengambil Opsi Import dibandingkan dengan menyerap hasil petani lokal yang harga perolehannya masih relatif lebih mahal dibanding harga international plus adanya hal yang yang secata teknis lebih "rumit & panjang proses perolehannya" dibanding Impor.
DIMANA LETAK KEMUNGKINANNYA :-- Jatuhnya harga produk beras dunia yg lebih murah, bisa memicu untuk mengambil Opsi Import dibandingkan dengan menyerap hasil petani lokal yang harga perolehannya masih relatif lebih mahal dibanding harga international plus adanya hal yang yang secata teknis lebih "rumit & panjang proses perolehannya" dibanding Impor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar